Sejarah Teknologi Perkembangan Senjata
Persaingan yang paling mencolok dalam masa Perang Dingin
adalah dalam bidang mi-liter, khususnya dalam hal persenjataan. Kedua negara
adidaya itu saling berlomba mencipta-kan berbagai senjata yang mutakhir dan
me-matikan, misalnya bom. Bom adalah senjata ledak yang lazim digunakan dalam
perang. Terorisme juga melibatkan penggunaan bom. Bom umumnya terdiri atas
wadah logam yang diisi dengan bahan peledak atau bahan kimia.
Bom melukai dan
menewaskan orang serta merusakkan gedung dan bangunan lain, kapal, pesawat
terbang, ataupun sasaran lain. Salah satu senjata yang paling menakutkan dan
da-pat membantu mengakhiri Perang Dunia II adalah bom atom. Senjata yang disebut
bom atom itu dibuat pertama kali oleh Amerika Serikat pada tanggal 16 Juli 1945
di Alamo Gardo, New Mexico. Bom atom itu kemudian dipakai untuk menghancurkan
kota Hiroshima pada tanggal 8 Agustus 1945 dan kota Nagasaki pada tanggal 9
Agustus 1945. Akibat pemboman itu Jepang menye-rah dan berakhirlah Perang Dunia
II. Bom dalam bentuk apa pun apabila me-ledak akan menimbulkan kerugian pada
manusia dan alam sekitarnya. Tenaga atom yang ditimbulkan akan menimbulkan radiasi
yang apabila diterima dalam jumlah besar akan sangat fatal akibatnya. Debu
radioaktif dan endapan dari awan yang tertiup angin dan bertebaran di daratan
dapat mengakibatkan keru-sakan pada tanaman serta membinasakan hewan dan
manusia. Pada jangka panjang ledakan bom atom akan mengakibatkan kematian serta
kanker pada manusia, sedangkan kerusakan genetis akan terlihat pada
generasi-generasi berikutnya.
Keberhasilan Amerika Serikat dalam menciptakan bom atom,
ternyata dalam waktu yang tidak terlalu lama dapat diikuti oleh pesaingnya Uni
Soviet. Pada tahun 1949 Uni Soviet berhasil melakukan uji coba peledakan bom
atomnya. Tentu saja keberhasilan Uni Soviet itu menimbulkan kecemasan Amerika
Serikat sehingga negara tersebut berusaha mencari dan menciptakan bom
tandingannya. Oleh karena itu, Amerika Serikat segera melakukan penelitian
tentang bom hidrogen. Bom hidrogen mendapatkan tenaga dari penggabungan
inti-inti atom hidrogen berat dan deuteron. Ledakan yang ditimbulkan oleh bom
hidrogen jauh lebih dahsyat dibandingkan bom atom. Ledakan dari bom hidrogen menghasilkan
bola api dengan garis tengah beberapa kilometer disertai munculnya awan
cendawan yang tinggi sekali. Pada ledakan bom hidrogen akan diperoleh energi
yang sangat besar, tetapi radioaktifnya kecil dibandingkan ledakan bom atom.
Oleh karena itu, bom hidrogen proses fusinya dapat dimanfaatkan untuk maksud
pertahanan dan tujuan damai. Namun, pengem-bangan dan keberhasilan penciptaan
bom hidrogen oleh Amerika Serikat seakan-akan menjadi sia-sia. Hal itu
disebabkan Uni Soviet pun menyusul mampu menciptakan bom hidrogen pula. Uni Soviet
berhasil mengembangkan bom hidrogen pada sekitar tahun 1953.
Kedua negara adidaya itupun akhirnya berlomba-lomba
menciptakan bom dan persenjataan nuklir. Bom nuklir adalah sebuah bom yang
mempunyai daya ledak luar biasa yang berasal dari peristiwa pembelahan
(fisi)dan penggabungan (fusi)inti-inti atom. Efek yang ditimbulkan merupakan
akibat dari pelepasan energi yang sangat besar dalam waktu singkat. Persenjataan
nuklir adalah jenis persenjataan dalam kategori nonkonvensional yang daya
rusaknya berasal dari energi yang dihasilkan oleh reaksi nuklir, yaitu jenis fisika
yang melibatkan inti atom. Bom dan persenjataan nuklir yang dikembangkan oleh
dua kekuatan adidaya dunia itu sangat membahayakan umat manusia. Negara adidaya
itu mengembangkan persenjataan nuklir dalam berbagai bentuk, misalnya dalam bentuk
peluru kendali (rudal). Jangkauan yang dapat ditempuh oleh rudal itu pun
bermacam-macam, misalnya jarak lontarnya dapat mencapai antarnegara ataupun
antarbenua. Dari persenjataan jenis rudal berkepala nuklir itu, Amerika Serikat
dapat mengarahkan langsung rudal ke Uni Soviet. Demikian pula sebaliknya, Uni
Soviet pun dapat menyerang langsung Amerika Serikat.
Negara-negara sekutu Amerika Serikat dan satelit Uni Soviet
tidak lepas dari pengerahan teknologi persenjataan itu. Negara-negara mereka
dibangun basis militer dan pangkalan peluncuran rudal hanya untuk ambisi dua
adidaya dunia. Namun, apabila perang terbuka itu benar-benar terjadi karena
terkena akibatnya. Bahkan, dapat menjadi sasaran langsung penghancuran padahal mereka
tidak tahu-menahu permasalahan. Oleh karena itu, kerja sama dalam bidang
pertahanan dan keamanan merupakan kerja sama yang paling mencolok dalam suasana
Perang Dingin. Banyak organisasi pertahanan yang dibentuk selama terjadi Perang
Dingin, seperti SEATO, ANZUS, NATO, dan Pakta Warsawa. Setiap persekutuan
pertahanan, terutama kelompok Amerika Serikat dan Uni Soviet, saling memperkuat
pertahanan mereka. Namun, mereka sadar bahwa peperangan yang menggunakan senjata
mutakhir akan menghancurkan dan akan melenyapkan peradaban manusia. Perang
Dingin dan hubungan yang tegang secara terus-menerus menyadarkan kedua negara
adidaya untuk melakukan detente atau penghentian ketegangan antarnegara. Untuk
detente dilakukan pembicaraan-pembicaraan dalam rangka mengurangi ketegangan antardua
negara adidaya tersebut
Perundingan untuk meredakan Perang Dingin dilakukan oleh
Amerika Serikat dan Uni Soviet melalui Strategic Arms Limitation Talks(SALT)
atau Perundingan Pembatasan Persenjataan Strategis dan Strategic Arms Reduction
Treaty (START) atau Perundingan Pengurangan Persenjataan Strategis.
Perun-dingan SALT dapat berlangsung dengan baik karena Amerika Serikat dan Uni Soviet
sama-sama mempunyai iktikad untuk menghindari perang nuklir yang membahayakan
keselamatan umat manusia.
Perundingan SALT secara umum mempunyai tujuan sebagai antara
lain:
- memperkecil kemungkinan terjadinya perang nuklir;
- apabila perang tidak dapat dihindarkan, diharapkan akibatnya tidak terlalu menghancurkan;
- menghemat biaya pertahanan;
- mencegah terjadinya perlombaan senjata strategis.
Upaya meredakan Perang Dingin dengan mengurangi, membatasi,
dan memusnahkan persenjataan nuklir dilakukan pada kurun waktu 1968–1982. Bentuk
persetujuan yang dicapai, antara lain sebagai berikut.
- Perjanjian Nonproliferasi Nuklir (Nonproliferation Treaty) Perjanjian Nonproliferasi Nuklir dilaksanakan pada tahun 1968 yang diikuti oleh negara Inggris, Amerika Serikat, dan Uni Soviet. Pertemuan itu menyepakati bahwa mereka tidak akan menjual senjata nuklir atau memberikan informasi kepada negara-negara nonnuklir.
- Perjanjian Pembatasan Persenjataan Strategis (Strategic Arms Limitation Talks/SALT I) Perjanjian SALT I ditandatangani oleh Richard Nixon, Presiden Amerika Serikat dan Leonid Breshnev, Sekjen Partai Komunis Uni Soviet pada tanggal 26 Mei 1972. Pertemuan kedua pemimpin negara adidaya itu menyepakati untuk: 1) pembatasan terhadap sistem pertahanan antipeluru kendali (Anti-Balistic Missile=ABM); 2) pembatasan senjata-senjata ofensif strategis, seperti Inter-Continental Ballistic Missile(ICBM = Peluru Kendali Balistik Antarbenua) dan Sea-Launched Ballistic Missile(SLBM = Peluru Kendali Balistik yang diluncurkan dari laut/ kapal).
- Perjanjian Pengurangan Persenjataan Strategis (Strategic Arms Reduction Treaty/START) Perjanjian pengurangan persenjataan strategis dilakukan oleh Amerika Serikat dan Uni Soviet pada tahun 1982. Perjanjian itu menyepakati bahwa kedua negara adidaya akan memusnahkan persenjataan nuklir yang dapat mencapai sasaran jarak menengah.
Upaya menghindari bahaya perang nuklir juga diadakan oleh
negara-negara lain yang tidak memiliki persenjataan nuklir. Negara-negara itu
khawatir kawasan atau wilayahnya akan menjadi sasaran ataupun salah sasaran
akibat perang nuklir itu. Salah satu contoh usaha untuk mengamankan wilayahnya
agar terbebas dari perang nuklir dilakukan oleh negara-negara anggota ASEAN.
Para anggota ASEAN berharap agar wilayah
Asia Tenggara benar-benar tidak dipakai sebagaiajang percobaan dan perang
nuklir. Kesepakatan itu tertuang dalam perjanjian yang disebut Persetujuan
Kawasan Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara(South Easth Asian Nuclear Weapons
Free Zone/SEANWFZ). Persetujuan itu ditandatangani di Bangkok, Thailand pada
tahun 1995.
Perserikatan Bangsa-Bangsa pun berusaha menghindarkan perang
nuklir demi keamanan internasional. Usaha PBB itu dimulai sejak tahun 1968.
Wujud nyata usaha PBB dalam mengurangi dan menghindarkan perang nuklir tertuang
dalam Resolusi No. 255. Resolusi itu memuat seruan kepada Amerika Serikat dan
Uni Soviet untuk membantu negara-negara nonnuklir yang menjadi korban perang
nuklir. Upaya peredaan Perang Dingin yang berarti menghindari perang nuklir
tidak hanya dilakukan oleh pihak Amerika Serikat dan Uni Soviet, tetapi juga
dilakukan oleh negara-negara sedang berkembang. Mereka yang sebagian besar
belum begitu lama mendapatkan kemerdekaan sangat mencemaskan akan terjadinya
perang nuklir. Negara-negara sedang berkembang berupaya meredakan ketegangan
dunia akibat Perang Dingin dengan mengadakan berbagai konferensi dan membentuk
forum kerja sama, seperti Konferensi Asia Afrika di Bandung 1955 dan forum kerja
sama Gerakan Non Blok.[Nam]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar